Pertanggung Jawaban Parpol Atas Penyalahgunaan Data Pribadi Dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) Untuk Syarat Pemilu - Fastrespon News

Breaking

Home Top Ad

Pasang Iklan DIsini

Sabtu, 09 November 2024

Pertanggung Jawaban Parpol Atas Penyalahgunaan Data Pribadi Dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) Untuk Syarat Pemilu



Analisa terhadap Undang – Undang No 27 tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi

Artikel: Sulistiawati

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN TAHUN 2024


A b s t r a k


Pemilihan Umum atau disebut juga Pemilu yang merupakan sebagai salah satu syarat terselenggaranya demokrasi, dengan diadakannya pemilihan umum bisa diartikan bahwa negara tersebut demokratis. Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa pemilu merupakan sarana pelaksanaan demokrasi menjadikan rakyat memiliki kedaulatan untuk memilih wakil rakyat dalam pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat dari Tingkat Kabupaten/Kota sampai pada tingkat untuk melakukan pemilihan anggota anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan memilih Presiden dan Wakil presiden. 


Sesuai dengan azas pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan republik Indonesia Tahun 1945.


Perlindungan data pribadi ramai diperbincangkan setelah banyaknya pencatutan data pribadi oleh partai politik pada proses pendaftaran parpol melalui SIPOL. Berdasarkan hasil pengawasan proses Pendaftaran dan Verifikasi Administrasi Parpol sebagai Calon Peserta Pemilu 2024, sebanyak 275 nama anggota Bawaslu dan 98 nama anggota KPU dicatut sebagai anggota parpol dalam SIPOL. Tidak hanya penyelenggara, masyarakat umum pun banyak menjadi korban atas pencatutan nama oleh partai politik tersebut.


Ada sejumlah 20.565 data pribadi masyarakat dicatut ke dalam SIPOL milik KPU, tempat partai politik menghimpun data keanggotaan, baik melalui posko aduan dan pengawasan melekat saat pelaksanaan verifikasi faktual keanggotaan. 


Menurut Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengatakan, data tersebut didaftarkan sebagai anggota parpol dalam tahapan verifikasi faktual peserta Pemilu 2024.


Ada tiga bagian penting dalam setiap pemilihan atau pemilu secara politik hukum, yang jika salah satunya tidak ada, maka tidak akan terjadi suatu pemilu/pemilihan. Ketiga elemen tersebut adalah penyelenggara, kandidat/calon yang akan dipilih atau peserta pemilu/pemilihan dan pemilih, disamping ketiga bagian tersebut ada partai politik yang diartikan sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Indonesia (WNI) secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 hal tersebut sebagaiman tercantum dalam UU Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik.


Pada penulisan ini penulis akan focus kepada pembahasan dan analisis tentang pertanggung jawaban Parpol atas penyalahgunaan data pribadi dalam sistem informasi politik untuk kepentingan Pemilu, didalamnya membahas tanggung jawab partai politik terhadap penggunaan data pribadi pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) dan analisis perlindungan hukum atas pengunaan data pribadi pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) berdasarkan Undang-Undang No 27 tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.


Identifikasi Masalah


Dengan melihat latar belakang masalah, maka selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


Bagaimanakah perlindungan hukum penggunaan data pribadi oleh partai politik pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) menurut Undang-undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum?


Bagaimana tanggung jawab Partai Politik terhadap Penggunaan Data Pribadi pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum?


Tujuan Penulisan


Pada penelitian ini diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan arah pada tujuan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang dibahas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 


Untuk menganalisis perlindungan hukum atas pengunaan data pribadi pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) oleh partai politik menurut Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.


Untuk menganalisis tanggung jawab partai politik terhadap penggunaan data pribadi pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 


Pembahasan 


Menurut C.S.T. Kansil perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subjek hukum, dengan menggunakan perangkat-perangkat hukum. Sedangkan Satjipto Rahardjo mendefinisikan, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.


Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum tidak lain untuk memastikan subjek hukum memperoleh setiap haknya. Kemudian, apabila ada pelanggaran akan hak-hak tersebut, adanya perlindungan hukum dapat memberikan perlindungan penuh pada subjek hukum yang menjadi korban. Upaya perlindungan hukum telah dilakukan dengan perumusan sejumlah undang-undang dan kebijakan. Akan tetapi, sejauh ini perlindungan yang diberikan belum optimal. 


Hal ini berkaitan dengan upaya penegakan hukumnya. Perlindungan hukum adalah upaya melindungi yang dilakukan pemerintah atau penguasa dengan sejumlah peraturan yang ada. Mengapa perlindungan hukum tidak akan terwujud apabila penegakan hukum tidak dilaksanakan? Sebab, keduanya berkaitan dan tidak dapat dilepaskan. Perlindungan hukum yang diwujudkan dalam undang-undang adalah instrumen dan penegak hukum adalah langkah untuk merealisasikan instrumen tersebut.


Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) merupakan peraturan perundang – undangan yang mengatur hak – hak yang melekat dalam diri seseorang. Pada Pasal 29 Ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya”. Pasal ini seperti halnya dengan Pasal 28 Huruf G Ayat (1) UUDNRI 1945 yang juga mengatur tentang hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi. Dalam UU HAM juga terdapat pengecualian tentang perlindungan data pribadi yaitu dalam Pasal 32 yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan”.


Perlindungan hukum menjadi bagian terpenting dalam setiap kehidupan manusia. Baik secara personal maupun kolektif, hukum menjadi “pengikat” dan guide dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana dinyatakan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 


Untuk mendapatkan perlindungan hukum, seseorang dapat melaporkan segala bentuk tindak pidana atau perbuatan yang merugikan kepada polisi. Aparat kepolisian berwenang dan bertugas untuk melindungi warga negara. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menerangkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.


Data kependudukan adalah data warga negara yang dikeluarkan secara resmi oleh Pemerintah, data resmi tersebut menjadi dasar dalam menetapkan daftar pemilih, Data yang di mutakhirkan KPU adalah data yang bersumber dari Pemerintah, biasa disebut data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan. Sedangkan data yang dipegang oleh partai politik adalah data yang berasal dari data pribadi masyarakat melalui proses pendaftaran menjadi anggota partai politik atau dukungan politik yang harus dipertanggungjawabkan baik secara politik maupun secara hukum.


Konsep perlindungan data pribadi menekankan bahwa setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri seperti apakah dirinya akan melakukan sharing data atau tidak dan apabila sharing data dilakukan maka ia berhak juga menentukan syarat yang hendak dipenuhi dalam suatu komunitas masyarakat. 


Perlindungan data umumnya didefinisikan sebagai hukum yang dirancang untuk melindungi informasi pribadi anda, yang dikumpulkan, diolah dan disimpan oleh alat "otomatis" atau dimaksudkan untuk menjadi bagian dari sistem pengarsipan. Dalam masyarakat modern, untuk membuat kita mampu mengontrol informasi dan melindungi kita dari penyalahgunaan, sangatlah penting bahwa undang-undang perlindungan data mencegah dan memberi bentuk pada kegiatan perusahaan dan negara.Lembaga-lembaga ini (perusahaan dan negara) telah menunjukkan berulang kali bahwa jika tak ada aturan yang membatasi tindakan mereka, maka mereka akan berusaha untuk mengumpulkan semua data tersebut, menggalinya, dan menahan semua data itu secara diam-diam.


Individu, sebagai warga negara dan konsumen, memiliki hak atas privasi dan hak untuk melindungi diri sendiri dan informasi mereka dari penyalahgunaan. Terutama jika berkaitan dengan informasi pribadi kita. Perlindungan data adalah perlindungan hak dasar kita atas privasi, yang termaktub dalam hukum dan konvensi internasional maupun regional. 


Perlindungan data umumnya didefinisikan sebagai hukum yang dirancang untuk melindungi informasi pribadi anda, yang dikumpulkan, diolah dan disimpan oleh alat "otomatis" atau dimaksudkan untuk menjadi bagian dari sistem pengarsipan. Dalam masyarakat modern, untuk membuat kita mampu mengontrol informasi dan melindungi kita dari penyalahgunaan, sangatlah penting bahwa undang-undang perlindungan data mencegah dan memberi bentuk pada kegiatan perusahaan dan negara. 


Lembaga-lembaga ini (perusahaan dan negara) telah menunjukkan berulang kali bahwa jika tak ada aturan yang membatasi tindakan mereka, maka mereka akan berusaha untuk mengumpulkan semua data tersebut, menggalinya, dan menahan semua data itu secara diam-diam.


Banyak kejahatan yang memanfaatkan data pribadi diera digital ini, sehingga harus dilindungi. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa informasi pribadi mungkin disalahgunakan oleh pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab. Di Indonesia, perlindungan data yang buruk telah mengakibatkan peretasan dan kebocoran data yang meluas. Peristiwa hukum seperti ini merupakan suatu bentuk kejahatan di dunia maya, seperti peretasan (hacking) media sosial dan cracking (pembajakan), sehingga mengarah pada pelanggaran data pribadi, pemerasan, hingga terjadinya penipuan online. Perlu diketahui bahwa, transaksi timbul akibat adanya suatu hubungan hukum yang dilindungi oleh hukum baik yang disengaja maupun tidak disengaja.


Penjelasan Pasal 26 UU ITE menunjukkan adanya kelemahan, yaitu hilangnya perlindungan hukum terhadap pemilik data, yang dimanfaatkan oleh penyelenggara atau penyedia jasa untuk mencari keuntungan. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik hanya mengatur perlindungan data pribadi, namun kaitannya dengan pelaksanaan perlindungan tidak jelas karena tidak memiliki sanksi. Kelemahan tersebut merupakan hal-hal yang perlu diperbaiki dalam rangka mengejar tujuan hukum, yaitu memelihara dan menjamin keamanan dan ketertiban, sehingga perlu adanya dilakukan perubahan aturan hukum. Perlindungan hukum atas penyalahgunaan data pribadi dapat dilakukan melalui self regulation atau upaya pencegahan, apabila peraturan yang ada saat ini belum menjangkau sistem penyalahgunaan data pribadi. 


Konsep perlindungan data mengisyaratkan bahwa individu memiliki hak untuk menentukan apakah mereka akan membagi atau bertukar data pribadi mereka atau tidak. Selain itu, individu juga memiliki hak untuk menentukan syarat-syarat pelaksanaan pemindahan data pribadi tersebut. Lebih jauh, perlindungan data juga berhubungan dengan konsep hak privasi. Hak privasi telah berkembang sehingga dapat digunakan untuk merumuskan hak untuk melindungi data pribadi. Hak privasi juga merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang memegang informasi tentang mereka dan bagaimana informasi tersebut digunakan.


Kasus Nomor Induk Kependudukan atau NIK dicatut Partai Politik seperti ini mungkin bisa saja terjadi di orang lain atau bahkan kita sendiri. Mudahnya NIK didapat dari masyarakat semakin besar potensi pencatutan untuk penggunaan pendaftaran parpol bisa terjadi. Dengan adanya potensi pencatutan itu, untuk mengetahui data tersebut, Komisi Pemilihan Umum menyediakan layanan cek NIK dicatut parpol via website infopemilu.kpu.go.id, disini masyarakat bisa mengetahui apakah data pribadi berupa KTP dipergunakan oleh partai atau tidak. Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki kemampuan menggunakan link yang sudah disediakan KPU, banyaknya masyarakat yang masih belum menguasai internet atau teknologi sejenisnya akan sangat mudah dimanfaatkan oleh para pelaku pencatutan data pribadi digunakan.


Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari masyarakat dalam mengambil bagian dari proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak, terlibat dalam pembentukan kebijakan umum. keterlibatan atau partisipasi rakyat adalah conditio sine qua non untuk mengukur apakah sebuah negara demokratis atau tidak demokratis; apakah kedaulatan rakyat di suatu negara sungguh-sungguh ada atau hanya semu belaka. 


Salah satu jalan penting dan strategis bagi rakyat untuk dapat mengejawantahkan makna kedaulatan sekaligus memeransertakan dirinya dalam proses-proses politik itu adalah pemilihan umum. Penggunaan data pribadi dalam proses pendaftaran partai politik pada Sistem Infomasi Partai Politik (SIPOL) dibutuhkan partisipasi secara sukarela oleh masyarakat, bukan dengan pencatutan data pribadi sehingga dalam proses verifikasi faktual akan didapatkan data yang benar, data yang diserahkan oleh masyarakat secara sukarela ke partai politik sebagai anggota partai politik.


Pada kasus penggunaan data pribadi oleh partai politik, data yang digunakan adalah data asli atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-E) yang dilampirkan untuk kepentingan pendaftaran partai politik tanpa sepengetahuan pemilik KTP E bukan data palsu. Tetapi pemilik data tidak mengetahui datanya tersebut akan digunakan untuk keperluan pendaftaran partai politik untuk menjadi peserta pemilu 2024. Dari semua kejadian itu ada beberapa pertanyaan yang timbul Siapa yang memiliki hak untuk mengakses informasi data pribadi tersebut? Apakah keakuratan informasi data pribadi akan terjaga? Apakah informasi tersebut dikumpulkan dan di sebarluaskan tanpa sepengetahuan pemilik data pribadi? Apakah informasi itu dapat digunakan untuk mendiskriminasikan atau menyalahgunakan hak-hak dasar lainnya?


Upaya KPU dalam menciptakan data pemilih yang akurat, mutahir dan valid telah dilakukan secara gigantik dan massif dengan menggerakkan seluruh sumber daya baik dari sisi materi (anggaran) hingga sumber daya manusia. Semua upaya itu tidak akan mencapai puncak keakuratan data yang maksimal jika tidak didukung oleh masyarakat secara aktif. Tidak hanya bersedia atau meluangkan waktu sejenak menerima Pantarlih namun juga aktif memastikan diri dan anggota keluarga terdaftar sebagai pemilih dengan mengetahui melalui https://cekdptonline.kpu.go.id atau https://infopemilu.kpu.go.id/


Secara Politik Hukum Perlindungan data pribadi dalam menjamin keamanan data pribadi sebagai pemenuhan hak atas privasi masyarakat Indonesia saat ini belum berjalan maksimal ketika berbenturan dengan politik, karena hukum masih dibuat berdasarkan politik.


Partai politik menurut Miriam budiardjo ialah “suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,nilai-nilai dan cita-cita dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan partai”. Kata partai menunjuk pada golongan sebagai pengelompokkan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama dan kepentingan tertentu. Sigmund Neumann dalam bukunya, modern political parties, mengemukakan bahwa, “partai politik adalah organisasi dari aktivis aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”.


Partai politik merupakan instrumen yang tidak terpisahkan dari sistem demokrasi pada seluruh negara manapun didunia. Karena partai politik dalam negara demokrasi memegang peran yang strategis dan sangat penting dalam mewujudkan sistem demokrasi. Sesuai dengan pengertian partai yang berasal dari bahasa latin pars atau bahasa inggris part memiliki makna bahwa bagian atau golongan. Pemaknaan tersebut merujuk pada sebuah golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, bahkan kepentingan. 


Permasalahan yang terjadi dalam setiap tahapan pemilu dapat menghambat proses pelaksanaan tahapan Pemilu termasuk di dalamnya adalah menurunkan legitimasi hasil Pemilu. Dalam rangka mengantisipasi terjadinya masalah terutama di tahapan verifikasi Partai politik sebagai tahapan awal pelaksanaan pemilu di tahun 2024 antara Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu dengan calon peserta pemilu yaitu Partai politik. 


Wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah pemilih yang besar dan menyebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilu harus memiliki sistem pemilu yang modern juga penyelenggara yang profesional dan memiliki kredibilitas dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pemilu.


Sebagai negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat) maka hanya hukum yang menjadi satu-satunya kedaulatan tertinggi dalam suatu negara. Konsep negara hukum sendiri selalu berkembang menurut perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya memiliki kedudukan (status) dan peranan (role) yang sentral dan penting dalam setiap sistem kedaulatan rakyat. Partai politik bisa disebut sebagai pilar demokrasi (ada juga yang menyebut sebagai salah satu infrastruktur politik), karena mereka memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state) dengan warga negara -nya (the citizen)


Partai politik sebagai pilar demokrasi dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Langkah KPU membangun infrastruktur Sipol pada akhirnya bukan hanya sebagai alat bantu pendaftaran dan verifikasi parpol menjadi peserta pemilu. Namun, bisa dimaknai sebagai pemicu (trigger) bagi para pengurus parpol untuk berbenah diri mewujudkan parpol sebagai organisasi yang modern dan profesional.


Proses digitalisasi Pendataan anggota partai politik dan tahapan verifikasi administrasi serta verifikasi faktual melalui SIPOL diharapkan lebih real time. Penulis merekomendasikan SIPOL tidak hanya sebagai bank data partai politik dan penyelenggara pemilu, tetapi juga dapat memberikan akses luas kepada publik untuk melakukan self assessment keanggotaan partai politik. Kondisi ini akan memudahkan partai politik untuk menghindari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages